Minggu, 02 Oktober 2011

KDRT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keperwataan jiwa merupakan salah satu ruang lingkup kerja perawat. Dalam keperawatan jiwa berbagai macam kasus dapat ditemui dalam keperawatan jiwa, salah satunya kasus kekerasan.
Patricia D. Barry (1998:140), menyatakan bahwa marah adalah suatu keadaan yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari karena emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keaadaan emosional kita yang di proyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).

1.2  Rumusan Masalah
Konsep dasar perilaku kekerasan dan asuhan keperawatan pada klien perilaku kekerasan.

1.3  Tujuan
Mengetahui konsep dasar perilaku kekerasan dan asuhan keperawatan pada klien dengan peerilaku kekerasan.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian

Patricia D. Barry (1998:140), menyatakan bahwa marah adalah suatu keadaan yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari karena emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keaadaan emosional kita yang di proyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak pada saat merasa lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhui secara terus menerus, maka ia akan menampakkan reaksi berupa menagis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menhan napasnya.
Setelah anak berkembang dewasa ia menampkan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi. Seperti tempertantrum, melempar, menjerit, menahan napas, mencakar, merusak atau bersikap agresif pada bonekanya. Bila Reward and punishment tidak dilakukan maka ia cenderung menganggap perbuatan tersebut benar.

Bila kontrol lingkungan seputar anak tidak berfungsi, maka reaksi agresi tersebut bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga apabila ia merasa benci atau frustasi dalam mencapai tujuan ia akan bertindak agresif. Hal ini bertambah apabila ia merasa kehilangan orang-orang yang dicintai yang berarti. Tetapi pelan-pelan ia akan belajar  mengontrol dirinya dengan norma dan etika dari dalam dirinya yang dia adopsi dari pendidikan dan lingkungan sekitarnya. Ia belajar mana yang baik dan mana yang tidak baik. Sehingga pola asuh dan orang-orang terdekat sekitar lingkungan akan sangat berarti. Perilaku kekerasan  itu sendiri sering dipandang sebagai suatui rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi lain.

2.2  Rentang Respon Marah
Adaptif                                                                                                                     Maladaptif                               
                Asertif                      Frustasi                    Pasif                         Agresif                      Amuk
Tindakan kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun ornag lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerkan motorik yang tidak dikontrol.
·         Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.
·         Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.
·         Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialam.
·         Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
·         Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.

2.3. Faktor Presdiposisi
Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
·         Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan secara efektif.
·         Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak, atau seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.
·         Terpapar kekerasan selama mas aperkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
Faktor Sosial Budaya
Social Learning  Theory; teori yang di kembangkan oleh Bandura (1977) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan makan semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya. Pembelajaran ini bis ainternal atau ekternal. Contoh internal; orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif  dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh eksternal; seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.
Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Peangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkan tikus atau objek yang ada di sekitarnya. Jadi kerusakakan sistem limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan memori)
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif;serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
·         Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
·         Sering mengalami kegagalan
·         Kehidupan yang penuh tindakan agresif
·         Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar